Rabu, Januari 14, 2009

KEPUTUSANKU


Sebenarnya tidak ada yang berhak mengatur hidup kita, siapapun itu.
Sebenarnya tidak ada yang pantas disalahkan atas kegagalan kita selain diri sendiri.
Semua yang kita jalani adalah pilihan kita sendiri, sekalipun diarahkan orang lain



Aku tidak pernah mengerti kenapa banyak orang yang ingin mengatur hidupku. Ingin aku beginilah, begitulah, ga boleh beginilah, ga boleh begitulah. Tapi kasihan mereka, pribadi sebagai orang koleris membuatku terlalu keras kepala. Tak ada satu katapun yang bisa menaklukkanku.

"Untuk apa menulis cerita tidak berguna seperti ini!!!" kata seorang wanita. Aku hanya diam, masih asyik dengan pekerjaanku. Wajah wanita itu berubah kecut.

"An, kalau kerjaanmu cuma bikin cerita-cerita itu saja, kapan belajarnya?" keluhnya lagi.

"Mama cerewet banget sih. Suka-suka aku dong. Tenang aja, nilai Anita ngga bakalan jelek kog. Mama liat aja nanti." sahutku.
***

Sayang sekali ucapanku kemarin tidak terbukti. Ada angka empat besar untuk ulangan fisikaku. Aku menarik nafas kecewa yang sangat dalam. Bagaimana ini, aku ngga kebayang dapat hasil yang terlalu memuaskan seperti ini.

Sesampainya di rumah aku hanya diam. Aib nilai empat ini aku sembunyikan rapat-rapat agar tidak ada yang melihatnya. setelah semuanya beres aku bisa tersenyum lagi. oh indahnya dunia... Dengan perasaan seratus persen aman aku tinggalkan benda itu di tempat persembunyiannya sendirian.

Lalu Aku bermain dengan tenang, bersepeda dengan santai, bergurau dengan antusias. Karena luasnya kebun di belakang rumah, aku bisa melakukan apa saja seleluasa mungkin. Kalau sudah sampai di sini kicauan burung dan sejuknya rumput membuatku lupa segalanya.

Tapi itu tidak berlangsung lama. Dalam selang waktu yang tidak aku sadari tiba-tiba ibu tergopoh-gopoh ke arahku. Wajahnya cemberut, agak memerah. Matanya tajam, seperti mau memanah. Aku masih santai mengayuh sepeda, berputar-putar di sekeliling pohon pinus. Adikku yang sejak tadi bersamaku entah kenapa tiba-tiba menghilang. Tapi itu tidak menyurutkan keinginanku untuk tetap berputar-putar selayaknya sepeda putar. Aku baru berhenti ketika ibu berdiri di hadapanku sambil mengibarkan hasil ulanganku yang bertuliskan angka empat besar.

"Ibu sudah bilang, beginilah akibatnya kalau kamu kebanyakan menghayal dan nulis cerpen. Kamu pikir itu semua bagus. Kamu harus jadi orang dulu, BELAJAR YANG RAJIN!" bentaknya. Wajah ibu semerah kepiting rebus, matanya menatap garang tepat ke dalam kedua pupil mataku. Aku hanya diam. Malas mendengarkan.

"JANGAN DIAM AJA."

"Iya,,, maaf bu, Anita akan berusaha lagi." kataku memelas. Dalam hati," Sialan, darimana dia tahu tempat aku menyembunyikannya.

"Maaf Maaf!!! Sejak kamu sering menghayal dan nulis aneh-aneh kamu ngga pernah konsentrasi belajar. Kerjamu ibu lihat cuma bikin cerita-cerita ngga berguna. Sekarang begini hasilnya. Apa ini! Belum pernah kamu dapat nilai separah ini!" omel ibi sambil menunjuk-nunjuk kertas ulanganku.

Aku hanya diam, pura-pura mendengarkan.

"Pokoknya kau harus perbaiki ini! Kalau engga, ibu bakar semua cerita-cerita ngga bergunamu itu!"

Kali ini aku kaget. Ini ancaman besar!

"Ibu sudah ambil semua ceritamu, kalau minggu depan kamu ngga berubah, akan ibu bakar semuanya!"

"Iya bu. Anita menyesal.." sahutku segera. Gimana engga, dia menyandera semua hartaku yang berharga.

"Ingat, ibu mau lihat hasil ulanganmu minggu depan!" ancamnya. Dia langsung pergi, meninggalkanku sendirian dengan perasaan hancur. Karya-karyaku yang berharga, sungguh kasihan mereka. (bersambung)

1 komentar: