Jumat, Februari 13, 2009

GELANG WEASLEY (1)

Cerpen kali ini O'chan buat gara-gara mimpi aneh O'chan. O'chan sebagai penggemar Harry Potter tiba-tiba bermimpi yang ada hubungannya dengan itu. Tapi sayangnya O'chan ga ketemu Harry Potter, ngga sama sekali. Jadi sebel. :-( Tapi biarpun begitu O'chan pengen coba jadiin mimpi aneh itu cerpen. just 4 iseng. hehehe... Ok, kita mulai ceritanya.

Aku menyibak semak-semak beluntas dan kembang sepatu untuk mengintip beberapa orang itu. Entah hal bodoh apa yang membuatku harus mengikuti Ina sampai ke tempat seperti ini. Aku maju, agar bisa melihat lebih dekat. Ina sedang bicara dengan mereka, sayangnya dengan jarak sejauh ini membuatku tidak bisa mendengar apapun.

Tiba-tiba pepohonan di kananku bergoyang hebat terhempas angin, beberapa daunnya sampai tercabut dan beterbangan. Angin itu juga mengacaukan rambutku yang tidak sempat kuikat. Aku terkejut melihat klebat bayangan dari arah tadi. Sebuah sapu menukik cepat dengan dua orang di atasnya. Jantungku seakan berhenti berdetak dalam sesaat. "SAPU TERBANG!!!" Aku benar-benar tidak percaya penglihatanku. Refleks saja aku mengucek mata dan melihat kembali baik-baik. Sekarang sapu itu berhenti, tapi masih melayang. Setelah dua orang di atasnya turun sapu itu otomatis menyerahkan diri ke tangan orang yang lebih besar. Kedua orang itu melengkapi mereka semua sehingga sekarang menjadi enam orang termasuk Ina.

Wanita yang memegang sapu membersihkan jubahnya. Ada beberapa rumput kering serta debu yang melekat. Sementara gadis kecil yang bersamanya masih memegang sebuah buku tebal warna cokelat. Dia spontan menutup hidung ketika orang yang bersamanya mengibaskan jubah. Mulut gadis kecil itu bergerak-gerak, sepertinya menggerutu.

Aku mundur, mau pergi. Saat itu juga tiba-tiba gadis kecil itu menoleh ke arah tempatku bersembunyi. Bulu kudukku langsung merinding. Tatapan mata tajam, ingin tahu dan menyelidik itu seakan menembus semak, membuatku merasa terlihat. Kebekuan menyerangku secara mendadak. Aku tidak bisa bergerak sama sekali. Aku ingin lari tapi seluruh anggota badan tidak mau menurut pada perintahku.

Gadis kecil itu masih menatap ke arah sini. Pandangannya menunjukkan rasa ingin tahu yang semakin besar. Aku masih mencoba mundur tapi tak satupun anggota tubuhku yang bisa bergerak. Gadis itu melangkah pelan-pelan meninggalkan lima orang yang lain, mendekat ke arahku. Aku masih mencoba melakukan apa saja agar bisa menjauh. Tapi sama seperti tadi tubuhku mendadak seperti batu. Dia semakin dekat, seperti tahu akan mendapat tangkapan empuk.

“Ya Tuhan, tolong...” doaku memelas. Aku merasa bersalah baru ingat Tuhan sekarang. Biar begitu aku belum siap ditangkap orang pake sapu terbang. Aku menutup mata pasrah sambil berkali-kali menyebut nama Tuhan dalam hati.

Derap langkah itu terdengar makin jelas. Suaranya berkresak seperti menginjak dedaunan kering. Jantungku seakan mau melompat keluar. Detaknya semakin kencang dan tidak teratur. Suara derap langkah itu berhenti. Apa dia sudah di depanku?

“HERMIONE!” teriak seseorang. Aku masih membatu. Suara derap langkah terdengar lagi. Namun kali ini suaranya semakin lemah. Aku membuka mata ketika suara itu tidak terdengar lagi. Semua orang itu masuk. Aku hanya sempat melihat jubah terakhir lalu pintu tertutup.

Sebuah kehangatan menjalar ke seluruh tubuhku. Saat itu juga aku merasa normal kembali. Tubuhku sudah mengikuti apa yang aku perintahkan. Ini aneh. Cukup sudah, aku harus pergi sekarang.

Aku mengambil arah kembali. Tapi ternyata tidak semudah kedatanganku. Semakin jauh aku berjalan semak-semak semakin rimbun dan semakin tinggi saja. Aku heran, rasanya tadi aku di kebun belakang Ina, kenapa sekarang berubah?

Ada seberkas cahaya di balik semak beberapa meter di depan. Setelah dekat, aku melihat sebentuk rumah. Hal ini melegakan. Langkahku semakin cepat. Api semangat kembali memompa energiku. Akhirnya aku tembus semak terakhir. Berhasil! Sejenak aku ambil nafas dalam. Udara segar langsung menyegarkan paru-paru.

Aku mengalihkan pandangan ke rumah yang akhirnya kutemukan. Perasaan takut kembali menyerangku. Aku perhatikan rumah itu lebih serius. Warna catnya, Pintu rumah itu yang tepinya sudah lapuk, sepasang pelita yang menemani pintu itu, ornamen jendelanya....

Ini gila! Aku rupanya kembali ke tempat yang tadi.

Aku berbalik ke dalam semak lagi. Kali ini aku tidak mau menikung-nikung agar tidak berputar ke arah yang sama. Setidaknya dengan berjalan lurus berarti aku pasti menjauh dari tempat itu. Jalan kali ini ternyata lebih panjang dan lebih lebat. Aku bahkan tidak tahu akan dibawa kemana. Biarlah.

Pohon-pohon dan semak-semak rimbun mulai berkurang. Energiku sebenarnya hampir habis untuk berjuang menembus daerah mirip hutan hujan tropis ini. Beberapa kali aku menginjak ranting atau entah apa. Kakiku sakit gara-gara itu. Tapi sekarang hal itu sudah berkurang. Aku punya firasat akan sampai di tempat yang lebih lapang.

Dan benar saja, semak semakin menipis, cahaya matahari semakin terang. Aku keluar dari kegelapan dan sesak pepohonan. Keringat mengalir di punggungku dan rambutku mungkin saja dipenuhi dedaunan. Aku mendongak ke arah matahari, senang rasanya bisa bertemu dia lagi. Aku melangkah perlahan-lahan menjauhi semua pohon-pohon itu. Suara kresak daun-daun kering yang terinjak menemani siangku ini. Di depan sana ada sesuatu untuk beristirahat sejenak. Tidak jauh, tinggal beberapa langkah saja. Sebuah rumah tua dengan pintu rumah yang tepinya lapuk.

Nafasku langsung tercekat menyadari apa yang terjadi. Aku kembali ke rumah itu lagi.(bersambung)

5 komentar:

  1. Ini Cerbung Non, bukan CERPEN.
    Wah jadi penasaran aja....!

    BalasHapus
  2. waduh..panjang..ga taunya bersambung
    wekkeeekke..

    BalasHapus
  3. lha, cerber toh? mesti dibaca pelan2 nih.

    BalasHapus
  4. nanti aq bikinin file pdf-nya deh,,, biar bisa dibaca di rumah. ditunggu ya... coz kerjaan kantor karang banyak buanget...

    BalasHapus
  5. wah penasaran nunggu lanjutannya, seru juga cerbung-nya

    BalasHapus