Jika hanya pohon, mungkin hanya sedikit peduliku. Tapi di depanku sekarang adalah sebentuk pohon tegak yang ranting-rantingnya dikelilingi kupu-kupu. Jika dia tak kenal aku mungkin memori ini juga tak mengenangnya. Namun, di sini masih terpotret rupanya, jelas sekali.
Kusentuh kulitnya yang keras, terkelupas, tapi hidup. Seperti hatiku dulu yang mau lapuk. Aku pernah tergeletak di sini, di atas pasir yang merah karena darah. Saat itu kuberharap air laut kan menyeret tubuhku menjauh. Di bibir pantai itu aku membayangkan seekor hiu yang mungkin berminat memakan tubuhku.
Lama terbaring tapi aku masih setengah sadar. Di ambang hidup bersama perih luka di pergelangan tangan. Tak mungkin ada siapa-siapa yang melihatku apalagi menolongku. Trowongan menuju ke sini sudah kututup kembali. Cukup lama sekarat, tapi kenapa aku belum mati juga?
Tiba-tiba semua yang kulihat buram seketika. Warna langit, warna awan, warna dedaunan, warna matahari, bercampur jadi satu. Sebuah ombak besar menghantam, tapi tubuhku mulai mati rasa. Sakit, perih, bahkan sentuhan air tak lagi menjadi bagian indraku.
"Cepatlah mati." batinku pada diriku sendiri. Penglihatanku mulai tidak berfungsi. Gelap dan hitam. itu saja, tanpa menyisakan apa-apa lagi...
Tiba-tiba di tengah kegelapan sesuatu mencekik leherku. Aku tersentak, seketika membuka mata. Di atas wajahku, kulihat wajah seorang wanita yang penuh lebam di pipi dan sekitar matanya. Di sudut bibirnya tersisa darah yang mengering. Aku melawan tangannya. Kuusahakan agar kedua tangan itu melepaskan leherku. Tapi ia semakin kuat. Aku tak berdaya sama sekali dibuatnya. Nafasku semakin tercekat. Perlahan akhirnya tak kulawan ia. Saat itu baru kuliat rupa asli wanita itu.
Sangat mirip dengan diriku.
“Siapa kau?" tanyaku dengan suara agak berbisik. cekikannya membuat suaraku nyaris lenyap.
Dia tak menjawab apa-apa.
Tiba-tiba tangan lain menarik dua tangan yang mencekik leherku. Beberapa saat setelah nafasku kembali,kulihat wanita tadi terlempar jauh. Orang yang wajahnya mirip denganku itu terpelanting di karang dan kesakitan. Dengan rasa sakitnya, wajahnya semakin garang. dia lalu merayap cepat ke arahku, ingin menerkam lagi.
Aku ketakutan. Aku mundur sebisaku, tapi pastilah dia yang lebih cepat.
"PERGIIII....." teriakku.
Seorang wanita tua tiba-tiba mendadak sudah berdiri di depanku dan memukul wanita tadi dengan tongkatnya.
"Pergi dari sini!" kata wanita tua itu
“Kembalikan…” wanita tadi bersuara serak dan masih berusaha menggapaiku. Aku langsung mundur lagi.
Si wanita tua memukul lebih keras. Wanita yang terpukul lari ke balik karang. Dia mengintip ke arahku dengan pandangan perih. Tangannya begitu pucat, diletakkan di atas lututnya yang ditekuk. Di pergelangan tangannya masih menetes-netes cairan berwarna merah. Pergelangan tangan itu membuatku takut.
“Bukannya kau ingin mati? Kenapa kau lawan? Harusnya kau biarkan saja.” Kata nenek tadi padaku.
“Karena dia begitu mengerikan. Aku takut.”
“Takut??” kata si nenek sambil tersenyum ketus. “Buat apa takut. Toh kau akan sama dengannya.”
“TIDAK!!!!” sahutku tegas
“Kubilang sama saja. Karena wanita itu juga membuang nyawa seenaknya.”
“Tapi aku punya alasan! Hidupku sudah tidak berarti lagi Nek! Aku ini sampah, kotoran yang harus dibuang. Aku wanita kotor, untuk apa aku hidup!”
“Kau pikir yang memberimu nyawa itu siapa? Tak secuilpun kau berhak atas nyawamu.”
“Tapi bagaimana aku hidup? Laki-laki itu sudah mengambil semuanya dariku. Kini dia pergi seenaknya. BAGAIMANA CARANYA NEK!! AKU SAMPAH!!”
“KAU INI PENGECUT! Apa yang kau dapat setelah mati hanyalah mendapati dirimu seperti mayat mengerikan di balik karang itu. Kepada orang yang berani bangkit dan kembali pada Tuhan, Beliau sendiri yang akan memberikan anugerah yang tidak terkira.
Penyesalanmu tidak boleh digantikan dengan cara pengecut seperti itu. Itu sungguh tidak pantas.
Bangkitlah dengan berani! Bagus kau menyadari apa yang salah dalam dirimu. Mulailah hidupmu dengan hal-hal yang lebih berharga. Dengan begitu kau tidak akan menyesal selamanya seperti mayat hidup itu.” Kata si nenek bersama pandangan mata lurus ke arahku.
Aku tertunduk. Tetes demi tetes air mata keluar begitu saja membasahi pipiku. Dadaku sakit. Semua mengalir, pedihku, sesalku, juga bayangan-bayangan kesalahan masa lalu yang aku lakukan. Cara apa yang bisa kulakukan untuk menebus itu semua sungguh tak bisa kubayangkan. Aku sudah tak sanggup melihat orang tuaku dan semua orang yang telah memberikan kasih sayang dan kepercayaan mereka. Semua terasa begitu sulit hingga aku ingin mengakhiri semua ini. Aku ingin melupakan apa yang dulu pernah terjadi. Emosi-emosi itu menanjak sampai ke puncak. Aku berteriak sekuat-kuatnya.
Tiba-tiba nenek itu memegang pundakku. Aku kembali menatapnya. Dia seakan-akan tahu apa yang aku rasakan. Matanya kini menatapku dengan lembut. Sambil tersenyum ia berbisik, “Jangan pikirkan apakah kau mampu atau tidak. Jangan pernah terlalu berharap semuanya sesuai yang kau inginkan atau takut semuanya menjadi buruk. Dunia ini seperti roda dan hidupmu seperti rangkaian musim. Semua pasti berlalu dan kau pasti mampu menghadapi semuanya.”
Semua tiba-tiba menjadi gelap. Semuanya menghilang… aku tidak sadar yang terjadi berikutnya…
Aku baru tersadar pagi setelah itu. Desir angin menyapu wajahku. Aku kedinginan. Badanku seperti keseleo di setiap persendiannya. Perlahan kubuka mata. Wanita dan nenek yang telah kutemui sudah tidak ada. Di atas sana kupu-kupu menari di dahan-dahan yang menghalau sinar matahari dari badanku.
Aku sendirian. Kulihat baik-baik kedua tanganku. Luka sayatan yang aku buat sudah menghilang.
***
Kutatap lagi dahan-dahan di atas situ. Keadaannya seakan tak berubah. Kupu-kupu yang bersamanya seakan tak pernah mati. Mungkin karena pantai ini masih begitu bersih. Aku melangkah menuju laut, temapt dimana aku hamper membuang nyawaku. Setelah kakiku merasakan dingin airnya, kutatap bayangan yang memantul di situ. Wajah itu tidak berbeda dengan nenek yang menegurku dulu.
******************************************************************************
Kusentuh kulitnya yang keras, terkelupas, tapi hidup. Seperti hatiku dulu yang mau lapuk. Aku pernah tergeletak di sini, di atas pasir yang merah karena darah. Saat itu kuberharap air laut kan menyeret tubuhku menjauh. Di bibir pantai itu aku membayangkan seekor hiu yang mungkin berminat memakan tubuhku.
Lama terbaring tapi aku masih setengah sadar. Di ambang hidup bersama perih luka di pergelangan tangan. Tak mungkin ada siapa-siapa yang melihatku apalagi menolongku. Trowongan menuju ke sini sudah kututup kembali. Cukup lama sekarat, tapi kenapa aku belum mati juga?
Tiba-tiba semua yang kulihat buram seketika. Warna langit, warna awan, warna dedaunan, warna matahari, bercampur jadi satu. Sebuah ombak besar menghantam, tapi tubuhku mulai mati rasa. Sakit, perih, bahkan sentuhan air tak lagi menjadi bagian indraku.
"Cepatlah mati." batinku pada diriku sendiri. Penglihatanku mulai tidak berfungsi. Gelap dan hitam. itu saja, tanpa menyisakan apa-apa lagi...
Tiba-tiba di tengah kegelapan sesuatu mencekik leherku. Aku tersentak, seketika membuka mata. Di atas wajahku, kulihat wajah seorang wanita yang penuh lebam di pipi dan sekitar matanya. Di sudut bibirnya tersisa darah yang mengering. Aku melawan tangannya. Kuusahakan agar kedua tangan itu melepaskan leherku. Tapi ia semakin kuat. Aku tak berdaya sama sekali dibuatnya. Nafasku semakin tercekat. Perlahan akhirnya tak kulawan ia. Saat itu baru kuliat rupa asli wanita itu.
Sangat mirip dengan diriku.
“Siapa kau?" tanyaku dengan suara agak berbisik. cekikannya membuat suaraku nyaris lenyap.
Dia tak menjawab apa-apa.
Tiba-tiba tangan lain menarik dua tangan yang mencekik leherku. Beberapa saat setelah nafasku kembali,kulihat wanita tadi terlempar jauh. Orang yang wajahnya mirip denganku itu terpelanting di karang dan kesakitan. Dengan rasa sakitnya, wajahnya semakin garang. dia lalu merayap cepat ke arahku, ingin menerkam lagi.
Aku ketakutan. Aku mundur sebisaku, tapi pastilah dia yang lebih cepat.
"PERGIIII....." teriakku.
Seorang wanita tua tiba-tiba mendadak sudah berdiri di depanku dan memukul wanita tadi dengan tongkatnya.
"Pergi dari sini!" kata wanita tua itu
“Kembalikan…” wanita tadi bersuara serak dan masih berusaha menggapaiku. Aku langsung mundur lagi.
Si wanita tua memukul lebih keras. Wanita yang terpukul lari ke balik karang. Dia mengintip ke arahku dengan pandangan perih. Tangannya begitu pucat, diletakkan di atas lututnya yang ditekuk. Di pergelangan tangannya masih menetes-netes cairan berwarna merah. Pergelangan tangan itu membuatku takut.
“Bukannya kau ingin mati? Kenapa kau lawan? Harusnya kau biarkan saja.” Kata nenek tadi padaku.
“Karena dia begitu mengerikan. Aku takut.”
“Takut??” kata si nenek sambil tersenyum ketus. “Buat apa takut. Toh kau akan sama dengannya.”
“TIDAK!!!!” sahutku tegas
“Kubilang sama saja. Karena wanita itu juga membuang nyawa seenaknya.”
“Tapi aku punya alasan! Hidupku sudah tidak berarti lagi Nek! Aku ini sampah, kotoran yang harus dibuang. Aku wanita kotor, untuk apa aku hidup!”
“Kau pikir yang memberimu nyawa itu siapa? Tak secuilpun kau berhak atas nyawamu.”
“Tapi bagaimana aku hidup? Laki-laki itu sudah mengambil semuanya dariku. Kini dia pergi seenaknya. BAGAIMANA CARANYA NEK!! AKU SAMPAH!!”
“KAU INI PENGECUT! Apa yang kau dapat setelah mati hanyalah mendapati dirimu seperti mayat mengerikan di balik karang itu. Kepada orang yang berani bangkit dan kembali pada Tuhan, Beliau sendiri yang akan memberikan anugerah yang tidak terkira.
Penyesalanmu tidak boleh digantikan dengan cara pengecut seperti itu. Itu sungguh tidak pantas.
Bangkitlah dengan berani! Bagus kau menyadari apa yang salah dalam dirimu. Mulailah hidupmu dengan hal-hal yang lebih berharga. Dengan begitu kau tidak akan menyesal selamanya seperti mayat hidup itu.” Kata si nenek bersama pandangan mata lurus ke arahku.
Aku tertunduk. Tetes demi tetes air mata keluar begitu saja membasahi pipiku. Dadaku sakit. Semua mengalir, pedihku, sesalku, juga bayangan-bayangan kesalahan masa lalu yang aku lakukan. Cara apa yang bisa kulakukan untuk menebus itu semua sungguh tak bisa kubayangkan. Aku sudah tak sanggup melihat orang tuaku dan semua orang yang telah memberikan kasih sayang dan kepercayaan mereka. Semua terasa begitu sulit hingga aku ingin mengakhiri semua ini. Aku ingin melupakan apa yang dulu pernah terjadi. Emosi-emosi itu menanjak sampai ke puncak. Aku berteriak sekuat-kuatnya.
Tiba-tiba nenek itu memegang pundakku. Aku kembali menatapnya. Dia seakan-akan tahu apa yang aku rasakan. Matanya kini menatapku dengan lembut. Sambil tersenyum ia berbisik, “Jangan pikirkan apakah kau mampu atau tidak. Jangan pernah terlalu berharap semuanya sesuai yang kau inginkan atau takut semuanya menjadi buruk. Dunia ini seperti roda dan hidupmu seperti rangkaian musim. Semua pasti berlalu dan kau pasti mampu menghadapi semuanya.”
Semua tiba-tiba menjadi gelap. Semuanya menghilang… aku tidak sadar yang terjadi berikutnya…
Aku baru tersadar pagi setelah itu. Desir angin menyapu wajahku. Aku kedinginan. Badanku seperti keseleo di setiap persendiannya. Perlahan kubuka mata. Wanita dan nenek yang telah kutemui sudah tidak ada. Di atas sana kupu-kupu menari di dahan-dahan yang menghalau sinar matahari dari badanku.
Aku sendirian. Kulihat baik-baik kedua tanganku. Luka sayatan yang aku buat sudah menghilang.
***
Kutatap lagi dahan-dahan di atas situ. Keadaannya seakan tak berubah. Kupu-kupu yang bersamanya seakan tak pernah mati. Mungkin karena pantai ini masih begitu bersih. Aku melangkah menuju laut, temapt dimana aku hamper membuang nyawaku. Setelah kakiku merasakan dingin airnya, kutatap bayangan yang memantul di situ. Wajah itu tidak berbeda dengan nenek yang menegurku dulu.
******************************************************************************
hmmmmmmm......
BalasHapusmakna yang terkandung dalam cerpen anda kurang jelas..
apa karena kesalahan dari anda atau saya yang kurang memiliki jiwa seni ya......
Kontaradiksi dari dalam.Antara rasio dan emosi.
BalasHapussalam kenal...!
Romantiskan harimu,
BalasHapusUntuk semua pecinta cerpen sastra, saya sekarang menulis banyak cerpen, tetapi berhubung untuk safety, saya hanya tampilkan satu sample cerpen saya.
Please visit,
Dijamin anda akan menikmati perjalanan sastra luar biasa, jika anda berminat akan cerpen2 lainnya , contact email saya,,, http://www.gagasmedia.com/serba-serbi/penulis/confusing-benjamin.html
Joe_johanes_afen@yahoo.com
Idealisme anda dapet banget, mungkin anda bisa mengunjungi ini ,,, http://www.gagasmedia.com/serba-serbi/penulis/confusing-benjamin.html
BalasHapusDijamin anda akan menikmati perjalanan sastra luar biasa, jika anda berminat akan cerpen2 lainnya , contact email saya,,, Joe_johanes_afen@yahoo.com